RWC #2 Write about your favorite traditional Ramadan dish and the memories associated with it.

Sebelum merinci mengenai makanan favorit sewaktu Ramadan, Tak ada salahnya saya menceritakan sebuah culture shock metode berbuka puasa saat Ramadan sebelum dan setelah tinggal dengan keluarga baru. Selama 27 tahun saya terbiasa dengan metode bebuka puasa yang kalau suda h beduq azan, minum air (bisa normal atau dingin) lsg salat magrib lalu langsung makan makanan berat, begitu terus berulang setidaknya di 20 kali siklus ramadan yang saya ingat. Setelah memiliki keluarga baru, metode buka puasa yang saya ceritakan di atas, menjadi sangat asing. Kenapa? kelak saya mengetahui , ternyata orang sini berbuka puasa itu bisa dibuat dalam 3 babak, “ringan-medum-berat” dan diantara itu ada jeda yang cukup panjang. Deskriptif dan kronologi nya seperti ini, berbuka denga nair/manis mani, lalu gorengan, seterus nya solat magrib lalu jeda lagi 10 menit untuk menghabis kan gorengan/takjil yang belum sempat diicip, baru salat isya, lalu barulah makan berat 20-40 menit setelah itu jika salat isya langsung diikuti dengan tarawih. Perlu lama waktu untuk beradaptasi bagi saya untuk siklus buka puasa seperti ini, namun usaha untuk beradaptasi ini sepertinya bisa saya anggap tidak/belum berhasil, karena bagi saya buka puasa itu ya langsung hajar dengan makan besar , nasi + lauk pauk, tak sanggup llah menunggu 1-1,5 jam pasca bedug. Bisa pusing kepala jia ini lambung tak segera diisi dengan karbo “Nasi”

Menjawab challenge di hari kedua, saya punya banyak, tapi yang sudi saya tulis dan dokumentasikan tentu saja apa yang dibuat oleh mama saya di masa saya berpuasa di Kota Padang , 10 kali puasa lah. Mama saya memang tak ahli dalam memvariasikan makanan, apalah itu makan nala2 restoran yang munkin mama saya baru tau ada nama untuk masakan tersebut, atau ada metode cara memasak lain untuk satu menuk lauk. Cukup menggoreng ayam/ikan atau membuatkan sup “japan” (rebung kalau orang sini bilang), tentu goreng2an lauk pauk ini, mama saya sangat istiqomah dengan meng-lado-kan semua nya dengan cabe merah khas. Begitujga minuma, mama saya punya signature drink yang sebenarnya menu ini sangat accessible di jualan2 takjil pinggir jalan ; “AIR BUAH” kami menamakannya, walau akhirnya setelah merantau saya baru sadar istilahnya iut “SOp BUAH” , yang menarik dari sop buah buatan mama saya ini, variasi buah potong nya itu amat lah sangat random, jika mama mood nya sedang baik, aka banyak vasiasi potongn nanas, semangka, dan melon di dalam nya, namun jika sebaliknya, seisi rumah dibuatkan air buah dengan 100 persen isinya hanya potongan pepaya, ampuuun!, melihat air buah dengan menu “hanya” potongan pepaya meruntuhkan nafsu ingin menhilangkan dahaga . “Makanlah aia buah tu,,, sehat ma, pepaya!”

Saya tak punya foto makanan mama saya, jadi tak bisa saya bagi, begitujuga masa2 berbuka puasa di padan selama 10 tahun saya menjalankan ibadah puasa secara beruturut2, tidak jarang foto, karena kami memang menghabiskan waktu berbuka puasa di rumah, di tempat yang berbeda–beda, ada yang di meja makan, ada yang depan tivi bahkan ada yang di kursi ruang tamu. Tapi saya mau re-share kembali tulisan saya di blog ini yang ada juga relevansi nya dengan judul RWC #2 kali ini

https://mozaicofmo.wordpress.com/2017/11/19/seni-kupasan-mangga-seorang-ibu/


English Version with the help of AI :


Before I dive into my favorite Ramadan foods, let me share a culture shock experience I had with breaking the fast during Ramadan before and after living with a new family. For 27 years, I was accustomed to breaking my fast immediately after the call to prayer by drinking water (either normal or cold), performing Maghrib prayer, and then eating a heavy meal, repeating this cycle at least 20 times during Ramadan. However, after living with a new family, the way of breaking the fast that I described above became very unfamiliar. I later learned that people here break their fast in three stages, “light-medium-heavy,” with long breaks in between. Here’s a descriptive and chronological breakdown: break fast with sweet drinks/snacks, then fried foods, followed by Maghrib prayer, then another 10-minute break to finish the snacks that haven’t been eaten, perform Isha prayer, and finally, have a heavy meal 20-40 minutes later. It took me a long time to adapt to this way of breaking the fast, but my efforts to adapt seem to have failed because, for me, breaking the fast means eating a big meal right away, rice with side dishes, and I can’t wait 1-1.5 hours after the call to prayer. My head spins if my stomach isn’t filled with rice immediately.

To answer on the tittle on the second day, I have many options, but I will document what my mom made during my fasting days in Padang City, which lasted for 10 Ramadan cycles. My mom is not an expert in varying her dishes, whether it’s a dish from a restaurant or a different method of cooking for one dish. It was enough to fry chicken/fish or make “japan” soup (bamboo shoots, as the locals call it). Of course, these fried side dishes were always smothered in her signature red chili sauce. As for drinks, my mom’s signature drink is called “AIR BUAH,” which is actually a very accessible drink sold by street vendors during the break fast time. However, what’s interesting about my mom’s fruit juice is that the variety of fruit cuts is very random. If my mom is in a good mood, there will be a lot of pineapple, watermelon, and melon slices in it. But if she’s not in the mood, everyone in the house will get a drink that’s 100% made of papaya slices. Seeing a drink with “only” papaya slices in it crushes my thirst for hydration. “Eat the papaya, it’s healthy!”

Unfortunately, I don’t have any pictures of my mom’s food, so I can’t share them with you. During the 10 years that I fasted consecutively in Padang, we often took pictures because we spent our break fast time at home, in different places such as the dining table, in front of the TV, and even in the living room chairs.

Published by maulanagituri

curious, uncatchable

One thought on “RWC #2 Write about your favorite traditional Ramadan dish and the memories associated with it.

Leave a comment